Thursday, November 7, 2019

Berharap Anggota Dewan Bayar Zakat ke Baitul Mal

Foto: Ilustrasi bayar zakat/Net.
rilisNET, Aceh Timur - Dari segi bahasa Zakat berarti suci, bersih, dan beberapa devinisi lainnya, kalau dalam istilah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh umat islam.

Selain zakat fitrah ada yang disebut Zakat Mal (harta), yakni zakat penghasilan seperti yang telah mencapai nisab, seperti pendapatan (gaji), hasil pertanian, perniagaan maupun usaha lainnya yang telah mencapai nisab. 

Di Kabupaten Aceh Timur Badan pengumpul Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS), yakni Baitu Mal satiap tahun bergerak dalam pengelolaan zakat mal infaq maupun shadakah yang fokus penyaluranya kepada beberapa shenif, seperti anak yatim, fakir miskin, mualaf, ibnu sabil dan juga fisabilillah.

Kepala Baitul Mal Kabupaten Aceh Timur Tgk. H. Hasanuddin Yunus mengatakan, sesuai Perbup Baitul Mal Aceh Timur selalu memungut zakat mal setiap tahun yang bersumber dari penghasilan (gaji) ASN.

"Bagi ASN yang telah mencapai nisab yaitu Rp 4,5 juta dikenakan zakat 2,5 persen, sedangkan yang dibawah Rp 4,5 dikenakan 1 persen. Sedangkan yang non muslim itu tidak dikenakan," kata kepala Baitul Mal.

Tgk H Hasanuddin juga mengatakan selama ini dari penghasil ASN yang telah diwajibkan zakat Baitul Mal bisa mengumpulkan sekitar Rp 3,7 miliar, dan paling tinggi bisa mencapai angka Rp 4,2 miliar dari target pencapaian Rp 5 miliar pertahun.

Namun, tambahnya, bukan mustahil Baitul Mal bisa mengumpulkan zakat, infaq maupun shadaqah melibihi target kalau para Anggota Dewan Perwakilan Kabupaten (DPRK) juga berlaku Pergup maupun Perbup yang mengharuskan anggota Dewan juga turut membayar zakat karena pendapatannya dari berbagai sumber bisa mencapai lebih kurang Rp 30 juta rupiah perbulannya.

"Kita berharap kalau nantinya qanun sudah ada selain anggota Dewan, pegawai BUMN juga membayar zakat kalau sudah mencapai nisab seperti yang telah ditentukan, selama ini kan cuma PNS saja yang telah berlaku," sebutnya.

Selain Zakat Mal selama ini juga diberlakukan infaq kepada para pelaku dunia usaha, yaitu pekerjaan-pekerjaan yang dipungut infaq adalah dengan nilai kontrak di atas Rp 20 juta. Dan tarif infaq yang dikenakan adalah 0,5 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi dengan PPh dan PPN/SP3D.

Jika ada aturan yang mengikat serta keinginan yang kuat untuk mensejahterakan kaum lemah dan para mereka yang berhak atas zakat mal, bukan tidak mungkin dari Dana Desa (DD) juga dapat dikenakan infak dari setiap anggaran perdesa.

Tentunya hal itu harus ada regulasinya yakni qanun, hal ini tentu tujuannya demi kemakmuran dan kemaslahatan umat yang dapat ditingkatkan melalui penyaluran zakat sesuai aturan yang ditetapkan.

"Kalau semua elemen yang berpenghasilan besar dan telah mencapai nisab zakatnya punya kesadaran serta mau mengeluarkan zakat dan infaq tentu bukan saja dapat membantu para shenif yang berhak menerima zakat mal, akan tetapi juga bisa menolong kaum duafa untuk kebutuhan lainnya lain seperti rehab rumah tidak layak huni tentunya akan sangat lebih baik," sebutnya.

Sementara anggota DPRK Aceh Timur dari Fraksi Partai Aceh Marzuki Ajad, yang juga mantan Ketua DPRK Aceh Timur pada periode 2014-2019 lalu mengatakan, bahwa selama ini anggota DPRK  setempat tidak dipungut zakat mal maupun infak.

Namun secara pribadi Marzuki sangat mendukung jikapun qanun itu harus ada, sehingga nantinya bisa diterapkan kepada para karyawan BUMN, pihak swasta maupun anggota Dewan itu sendiri yang telah berpenghasilan mencapai nisab.

"Kita sangat mendukung itu, apalagi jumlahnyakan tidak banyak, dan itu merupakan suatu kebaikan yang sangat bermanfaat. Tentunya selama ini masih belum dilakukan karena tidak ada qanun yang mengatur. Jika sudah adanya qanun pasti itu akan berjalan, dan kita juga sangat mendukung untuk hal yang bersifat positif," ujar Marzuki Ajad.
BAGIKAN

0 facebook: