Showing posts with label Retorika. Show all posts
Showing posts with label Retorika. Show all posts

Saturday, October 24, 2020

Manajemen LPPL Radio SCK Gelar Silaturrahmi dengan Group Panton Aceh

Manajemen LPPL Radio SCK Gelar Silaturrahmi dengan Group Panton Aceh

Silaturrahmi LPPL Radio SCK dengan Group Panton Aceh (Foto: Rilis.net/Aqbar)
RILIS.NET, Aceh Timur -  Demi mempererat tali silaturrahmi, Manajemen Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL), Radio Swara Cempala Kuneng Aceh Timur, menggelar acara silahturahmi bersama Group Panton Aceh Se-Aceh Timur, pada Jumat (24/10/2020), sekitar pukul 14.00 WIB.

Acara silaturahmi tersebut diadakan di aula Dinas Syari'at Islam, dihadiri Kepala Dinas Kominfo Aceh Timur Khairul Rizal, SE.Ak. M,Si. MBA, Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Aceh Timur, Abdul Manaf, Kepala Sekretariat MAA Aceh Timur, M. Hasan, Ketua Dewan Pengawas LPPL Radio Swara Cempala Kuneng Aceh Timur, TS. Hadi beserta seluruh Ketua Group Panton Aceh Se-Aceh Timur.

Kepala Dinas Kominfo Aceh Timur, Khairul Rizal, SE.Ak. M,Si. MBA, dalam sambutannya mengatakan, sangat mendukung kesenian budaya Aceh yang menjadi tradisi itu harus dilestarikan. 

“Kita sangat mendukung kesenian budaya Aceh yang lahir dari masyarakat Aceh turun temurun  menjadi tradisi yang harus dilestarikan, dan dalam kesempatan ini juga, kami dari pihak Radio cempala kuneng memberi saluran kesenian aceh ini untuk bisa di dengarkan oleh masyarakat Aceh Timur melalui saluran udara radio cempala kuneng,” ujar Kadis Kominfo Aceh Timur.

Ditengah-tengah acara Ketua MAA Aceh Timur, Abdul Manaf,  berharap agar kesenian panton aceh dapat diajarkan kepada anak-anak saat ini supaya nantinya panton aceh ini tidak hilang di telan jaman.

“Saya berharap kepada semua group panton agar mengajarkan anak-anak sebagai generasi penerus supaya nantinya saat kita mati kesenian panton ini tidak mati begitu saja, kita boleh mati tapi group panton ini jangan sampai mati,” harap ketua MAA. 

Dalam kesempatan itu juga Ketua Group Tangkurak Meuratep, Ismail (Ayah Medara), sangat gembira dan berbangga hati karena kurang lebih 13 tahun berpanton di  Radio Cempala Kuneng belum pernah ada silaturrahmi seperti ini.

“Hari ini kami sangat gembira  dan bersenang hati karena kurang lebih 13 tahun kami berpanton di Radio Cempala Kuneng belum ada silaturrahmi seperti ini, mudah - mudahan dengan ada silaturrahmi hari bisa berlanjut di kemudian hari," tutup Ayah Medara.(rn/aq)

Wednesday, February 26, 2020

Kopi Wine dan Bir Pala di Kota Seribu Rasa Kopi

Kopi Wine dan Bir Pala di Kota Seribu Rasa Kopi

T Taufiqulhadi Saat Berada di Salah Satu Kedai Kopi di Banda Aceh (Foto: Ist)
rilisNET, Jakarta - Aceh memang sangat menarik untuk dikunjungi, Provinsi yang berjuluk Serambi Mekah ini bukan saja terkenal dengan Syariat Islam dan panorama alamnya yang indah. Akan tetapi, sensasi kopi yang begitu nikmat dengan berbagai pilihan dan rasa juga dengan mudah kita dapati disini.

Berikut pengalaman T. Taufiqulhadi saat ke Aceh baru-baru ini bersama timnya pada acara kunjungan Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh ke Banda Aceh, dan Sekolah Sukma Bangsa di Kabupaten Bireun tempat digelarnya acara Kenduri Kebangsaan pada Sabtu (22/2/2020).

Bersama rombongan, Tatkala saya sedang santai di sebuah "caffee" di bilangan Pangoe, Banda Aceh, seorang anak muda bercelemek mendatangi saya dan dengan ramah meminta saya untuk meminum satu sloki minuman asing, "bir pala".

Saya menerima dan setelah mendekatkan ke hidung untuk membaui aroma sejenak, langsung saya teguk "bir pala" itu. 

Bir pala pun melewati tenggorokan dan menerobos dada dan langsung bersarang di perut saya. Sejenak saya merasakan sensasi yang berbeda: badan terasa lebih hangat di tengah gerimis senja. Saya meminta satu sloki lagi, bukan tester, tapi saya meminta dalam hubungan transaksi biasa. 

Pemuda bercelemek ini, pemilik kedai sekaligus bertindak sebagai pramusaji, mengangguk dan menyajikan kepada saya dalam teko kecil, plus sloki. Saya tawarkan kepada teman yang duduk di sebelah, dan teman dari Jakarta tersebut meminum lebih banyak daripada saya. 


Adanya imbuhan "bir" terhadap minuman itu tentu saja ada kesengajaan dan sekaligus diharapkan ada nilai sensasi dalam upaya menggaet pelanggan. Dan, sesungguhnya, menjelang larut malam, para pengunjung pun kian banyak mengisi "caffee" tersebut. 

Setelah meneguk dua sloki, badan pun terasa lebih hangat tapi bukan karena pengaruh alkohol. Saya menduga itu karena sifat ekstrak buah pala yang memang menimbulkan rasa hangat bagi tubuh kita. Lebih-lebih bir pala ini, selain menimbulkan efek hangat dan memang mengandung alkohol juga, tapi tidak menimbulkan pengaruh memabukkan. 

Adanya kandungan alkohol itu karena pembuatannya melalui proses fermentasi. Sebagaimana proses pembuatan tape yang juga mengandul alkohol. Tapi ketajaman manis air tape berbeda dengan bir pala. Jika air tape terlampau manis, bir pala yang kita teguk sedikit demi sedikit dalam sloki itu, manisnya ringan saja, dan itu pun telah ditutup dengan testa dan aroma pala yang khas. 

Setelah mengalami pengalaman mendadak dengan bir pala, kami mencoba lebih jauh lagi soal berbagai minuman "temuan baru" di Aceh, dan akhirnya kami mendapatkan nama jenis minuman lain yang tak kalah "heboh"-nya: kopi wine. 

Kopi wine bisa kita temukan di beberapa tempat di Banda Aceh, yaitu sekitar Jalan Ali Hasjmi, Blang Padang dan lainnya. Tapi saya memutuskan ke jalan Syiah Kuala di Cafe "Donya Drop Daruet". Pemiliknya adalah seorang mahasiswa yang sedang menyelesaikan tesisnya di Taiwan. 

Namanya Usuluddin (tidak hubungan apa pun dengan salah satu bidang studi di UIN). "Donya Drop Daruet" ini juga cukup ramai pengunjungnya, dan Usuluddin ini bukan hanya penjual kopi wine. Tapi anak muda ini juga adalah seorang eksportir kopi pemula. 

Ia pengekspor kopi Gayo, dan sekaligus membuka cafe, yang di kafenya menyediakan semua jenis kopi Arabika Gayo. Misalnya: Gayo Arabica Luwak, Gayo Arabica Honey, Gayo Arabica Longberry, Gayo Arabica Wine, Gayo Arabica Peaberry, Gayo Arabica Natural, dan entah apa lagi. 

Saya meminta kopi wine dan setelah itu baru campuran kopi wine dan kopi luwak. Pertama saya menyeruput kopi wine, yang saya pikir disajikan dalam keadaan panas. Tapi ketika menyentuh bibir, yang saya rasakan sebaliknya: dingin. Saya dekati sedikit ke hidung, dan saya rasa aroma alkohol yang mengambang. 

Dari mana alkohol ini? Kopi wine dibuat melalui proses fermentasi juga. Usuluddin menceritakan, pertama ia harus memilih biji kopi berwarna merah yang terbaik. Dengan kulit-kulitnya, biji kopi ini dibungkus dalam plastik pro green. 

Kemudian dimasukkan ke dalam goni, dan disimpan di tempat dingin selama dua minggu. Setelah mencapai masa tersebut, ia dibuka dan diproses mesin menjadi bubuk. Baru disuguh menjadi kopi wine, Setelah menikmati kopi wine, saya pindah ke kopi wine yang dicampur dengan kopi luwak. Minuman yang terakhir ini, telah berubah menjadi rasa kopi biasa tapi rasanya masih sangat nikmat. 

Menjelang keberangkat kembali ke Jakarta, seorang teman yang menemani saya ke Bandara, mengajukan pendapat untuk singgah di sebuah cafe di bilangan Berawe, namanya Moderner, jika tidak salah. "Kita coba minuman jenis baru, namanya kopi nira," ungkap teman tersebut, seraya menyebut sejenis minuman yang sangat menggugah hati saya. 

Sesampai di cafe itu, kami segera menyebut "kopi nira", dan pramusaji pun yang bersetelan hitam-hitam dan necis, mengangguk dan langsung menghilang ke belakang. Tak lama, ia muncul lagi dengan dua gelas dalam tatakan. Cairan dalam gelas itu, hitam-putih. 

Inilah, pikir saya, "kopi nira" yang cukup terkenal itu: yang hitam dibagian atas adalah kopi, yang putih di bagian bawah air nira. Jika diaduk, warnanya berubah menjadi kecoklatan. Saya tidak mengaduk, tapi langsung meminumnya. 

Setelah menghabiskan separuh, maka kini saya siap-siap menikmati sisa di bagian bawah yang putih. Jika yang hitam rasanya jelas yaitu sejenis kopi arabika yang nikmat, yang putih adalah air nira yang biasa saya teguk kala kecil di kampung. 

Air ini diambil dari pohon nira atau pohon ijuk yang kian langka. Hampir mirip dengan legen yang diambil dari pohon kelapa. Air nira dan legen yang disimpan lebih dari empat hari akan berubah menjadi tuak. 

"Apakah mungkin kopi dicampur dengan air nira yang berusia enam hari," tanya saya kepada Donny, pramusaji yang necis tadi. Ia berpikir sejenak, kemudian tersenyum. 

"Bisa saja," jawabnya. "Kalau begitu, saya dibuatkan satu lagi yang niranya telah berusia enam hari," aju saya. Ia tidak segera menjawab, dan juga tidak segera pergi. 

"Kami tidak menyediakan disini," akhirnya ia menjawab, sambil berbalik ke belakang. Tak lama ia muncul lagi dengan minuman "sanger". 


Catatan Ringan Akhir Pekan T. Taufiqulhadi.

Saturday, January 4, 2020

Mahyuddin: Aceh Damai Kesempatan Kita Untuk Membangun

Mahyuddin: Aceh Damai Kesempatan Kita Untuk Membangun

Foto: Mahyuddin Kubar (Dok. rilisNET)
rilisNET, Aceh Timur - Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Aceh Timur Mahyuddin Kubar menuturkan, Damai saat ini adalah kedamaian yang paling lama dalam sejarah peradaban di bumi Aceh. Tetapi, Aceh belum bisa juga keluar dari kubangan kemiskinan pasca perdamaian.

Setelah perang dengan Belanda ratusan tahun, bersambung perang dengan Jepang, Konflik Prang Cumbok, DI/TII sampai konflik AM/RI. Hingga berakhir konflik pada 15 Agustus 2015, saat penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) atas kehendak ALLAH SWT hingga mencapai kedamaian yang kita rasakan saat ini.

"Pasca perdamaian bersemai dibumi ini triliunan dana dilontarkan untuk Aceh agar daerah bekas konflik ini diharapkan bisa lebih maju dan sejahtera. Pada tahun 2019 lalu Aceh mendapatkan Rp 8, 357 triliun dari Dana Otsus. Dari 34 Provinsi Aceh juga tercatat sebagai provinsi ke 5 dengan jumlah APBD tertinggi yang mencapai Rp 17,327 triliun (APBA-P 2019). Walau pada kenyataannya sebagai provinsi yang berada dipapan atas, namun tidak mampu merubah Aceh sebagai Provinsi peringkat ke-6 termiskin di Indonesia, dimana letak ketidak beresan itu hingga Aceh belum bisa maju, rakyat menanti jawaban itu," tegas Mahyuddin yang juga pegiat media itu.

Dia juga menambahkan, Dari data yang diperoleh, kondisi Aceh masih masih termiskin di Sumatera, apalagi jika pada 2027 nanti kalau benar-benar dana Otsus tidak diperpanjangkan lagi, maka kondisi kemiskinan bisa lebih terpuruk lagi nantinya.

"Ini tidak jauh seperti kalimat 'Tikoh Mate Lam Umpang Breuh' (Tikos mati didalam karung beras). Sungguh tak lazim, jika angka kemiskinan tertinggi sementara dilain sisi tercatat sebagai daerah yang memiliki banyak uang, makanya kita berharap kedepan harus ada perencanaan yang benar-benar bisa menuntaskan angka kemiakinan, terutama pemerintah harus menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat," ulasnya.

Dikatakan Mahyuddin, yang menjadi pertanyaan mengapa Aceh bisa miskin. Bukankah Aceh memiliki banyak uang, sumber daya alam yang melimpah, masyarakatnya dan pemimpinnya juga cerdas-cerdas, dan yang lebih penting saat ini Aceh juga sudah tidak lagi berkonflik. Tapi kenapa kita tidak bisa bangkit, investasi berjalan juga tidak maksimal. Masyarakat miskin masih banyak, pengangguran juga semakin bertaburan.

Apa yang menjadi problem sehingga harus begini. Tolonglah para elit dan semua rakyat sama-sama berfikir dan menfilter apa yang mesti kita lakukan segera mungkin, agar Aceh bisa bangkit dari ketertinggalan.

"Populasi terus meningkat setiap tahun, angka pengangguran juga terus bertambah, adayang alumni SMA dan sederajat, begitu juga dengan mahasiswa, setiap tahun bertambah, sementara lapangan pekerjaan tidak ada. Makanya pemerintah kita harus bisa mengganding investor atau ciptakan lapangan kerja agar bisa menurunkan angka kemiskinan," sebut mantan Aktivis HMI Cabang Langsa ini.

Karena, tambah dia, kalaupun mereka dilatih berwirausaha misalnya pandai menjahit, terus yang akan beli itu siapa, kan masyarakat juga, kalau masyakatar gak ada lapangan pekerjaan bagai mana mau dapat duit untuk belikan itu hasil kerajinan dan sebagainya.

"Seperti harus adanya pabrik-pabrik milik BUMD, dan menciptakan iklim investasi lainnya agar terserap tenaga kerja, pemerintah harus ciptakan lapangan kerja dulu, kalau ekonomi rakyat sudah mantap tentu daerah bisa lebih mandiri. Tapi kalau sekian besar anggaran bihabiskan hanya untuk proyek melulu yang ada selalu ribut masalah bagi-bagi proyek. Infrastruktur penting, namun yang jauh lebih penting adalah menciptakan lapangan kerja," tutupnya.

Tuesday, November 26, 2019

Anggota DPRK Aceh Timur Irwanda: Pemilu Serentak Tidak Berlaku Untuk Aceh

Anggota DPRK Aceh Timur Irwanda: Pemilu Serentak Tidak Berlaku Untuk Aceh

Anggota DPRK Aceh Timur Irwanda
rilisNET, Aceh Timur - Aceh merupakan daerah yang mempunyai undang-undang khusus ( lex specialist ) oleh karena itu aturan Pilkada aceh sudah diatur dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2006 /UUPA yang merupakan dasar hukum Pilkada Aceh.

Hal itu disampaikn oleh Anggota DPRK Aceh Timur dari Fraksi Partai Aceh Irwanda kepada media ini, Selasa (26/11/2019). Dia menegaskan Dasar hukum itu merupakan amanat dari MoU Helsinki yang sudah di sepakati bersama saat perdamaian Aceh antara pemerintah RI dengan GAM. Dan hal itu telah dituangkan dalam UUPA.

"Artinya Aceh dapat melakukan Pilkada pada tahun 2022 dan rencana aturan pemilu serentak secara nasional yang akan di lakukan pada tahun 2024 tidak berlaku untuk Aceh. Karena aceh mempunyai undang-undang khusus yang harus didahulukan sebagai bentuk kekhususan," ujar Irwanda.

Dia juga menyebutkan, Dalam UUPA pasal 65 ayat 1 jelas di sebutkan pemilihan kepala daerah di Aceh dalam 1 pasangan secara langsung di pilih oleh rakyat setiap 5 tahun sekali melalui pemilihan secara demokratis, bebas,brahasia serta di laksanakan secara jujur dan adil

"Oleh karena itu aceh berhak melaksanakan Pilkada di tahun 2022 berdasarkan regulasi tersebut," Tambahnya.

Terkait anggaran untuk pelaksanaan itu, menurutnya jika KPU pusat tidak mengakomodir anggaran Pilkada tersebut maka pemerintah aceh dapat membantu anggaran tersebut melalui APBA maupun APBK jalau untuk tingkat Kabupaten.

"Saya rasa semua elemen akan setuju jika anggaran itu di perbantukan untuk penyelenggaraan Pilkada Aceh, mengingat ini merupakan kekhususan Aceh yang harus dilaksanakan dan tidak boleh tereleminasi di kemudian hari," sebut Irwanda.

Kerena itu ia berharap, para pemangku kepentingan di Aceh baik eksekutif dan legeslatif untuk segera mengambil langkah cepat terkait hal ini mengingat kita tidak boleh terlambat mengambil sikap.

Karena pada prinsipnya sambung dia, jika Pilkada di lakukan pada tahun 2022 maka secara otomatis tahapan pilkada mulai dilakukan ditahun 2021 artinya tahun 2020 adalah tahun penentuan terhadap nasib Pilkada Aceh.

"Oleh karena itu mari kita belajar dari pengalaman pilkada tahun 2012, ketika Mahkamah Konstitusi menganulir pasal 256 UU.NO 11 tahun 2006 tentang batasan calon independen, ketika ada upaya untuk menolak hasil tersebut sementara tahapan pilkada sudah berjalan dan alhasil semua nihil. Karena itu saya mengajak maayarakat Aceh dan para pemangku kepentingan regulasi mari bangkit dan belajar dari pengalaman sebelumnya," Harap Irwanda.

Thursday, November 7, 2019

Berharap Anggota Dewan Bayar Zakat ke Baitul Mal

Berharap Anggota Dewan Bayar Zakat ke Baitul Mal

Foto: Ilustrasi bayar zakat/Net.
rilisNET, Aceh Timur - Dari segi bahasa Zakat berarti suci, bersih, dan beberapa devinisi lainnya, kalau dalam istilah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh umat islam.

Selain zakat fitrah ada yang disebut Zakat Mal (harta), yakni zakat penghasilan seperti yang telah mencapai nisab, seperti pendapatan (gaji), hasil pertanian, perniagaan maupun usaha lainnya yang telah mencapai nisab. 

Di Kabupaten Aceh Timur Badan pengumpul Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS), yakni Baitu Mal satiap tahun bergerak dalam pengelolaan zakat mal infaq maupun shadakah yang fokus penyaluranya kepada beberapa shenif, seperti anak yatim, fakir miskin, mualaf, ibnu sabil dan juga fisabilillah.

Kepala Baitul Mal Kabupaten Aceh Timur Tgk. H. Hasanuddin Yunus mengatakan, sesuai Perbup Baitul Mal Aceh Timur selalu memungut zakat mal setiap tahun yang bersumber dari penghasilan (gaji) ASN.

"Bagi ASN yang telah mencapai nisab yaitu Rp 4,5 juta dikenakan zakat 2,5 persen, sedangkan yang dibawah Rp 4,5 dikenakan 1 persen. Sedangkan yang non muslim itu tidak dikenakan," kata kepala Baitul Mal.

Tgk H Hasanuddin juga mengatakan selama ini dari penghasil ASN yang telah diwajibkan zakat Baitul Mal bisa mengumpulkan sekitar Rp 3,7 miliar, dan paling tinggi bisa mencapai angka Rp 4,2 miliar dari target pencapaian Rp 5 miliar pertahun.

Namun, tambahnya, bukan mustahil Baitul Mal bisa mengumpulkan zakat, infaq maupun shadaqah melibihi target kalau para Anggota Dewan Perwakilan Kabupaten (DPRK) juga berlaku Pergup maupun Perbup yang mengharuskan anggota Dewan juga turut membayar zakat karena pendapatannya dari berbagai sumber bisa mencapai lebih kurang Rp 30 juta rupiah perbulannya.

"Kita berharap kalau nantinya qanun sudah ada selain anggota Dewan, pegawai BUMN juga membayar zakat kalau sudah mencapai nisab seperti yang telah ditentukan, selama ini kan cuma PNS saja yang telah berlaku," sebutnya.

Selain Zakat Mal selama ini juga diberlakukan infaq kepada para pelaku dunia usaha, yaitu pekerjaan-pekerjaan yang dipungut infaq adalah dengan nilai kontrak di atas Rp 20 juta. Dan tarif infaq yang dikenakan adalah 0,5 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi dengan PPh dan PPN/SP3D.

Jika ada aturan yang mengikat serta keinginan yang kuat untuk mensejahterakan kaum lemah dan para mereka yang berhak atas zakat mal, bukan tidak mungkin dari Dana Desa (DD) juga dapat dikenakan infak dari setiap anggaran perdesa.

Tentunya hal itu harus ada regulasinya yakni qanun, hal ini tentu tujuannya demi kemakmuran dan kemaslahatan umat yang dapat ditingkatkan melalui penyaluran zakat sesuai aturan yang ditetapkan.

"Kalau semua elemen yang berpenghasilan besar dan telah mencapai nisab zakatnya punya kesadaran serta mau mengeluarkan zakat dan infaq tentu bukan saja dapat membantu para shenif yang berhak menerima zakat mal, akan tetapi juga bisa menolong kaum duafa untuk kebutuhan lainnya lain seperti rehab rumah tidak layak huni tentunya akan sangat lebih baik," sebutnya.

Sementara anggota DPRK Aceh Timur dari Fraksi Partai Aceh Marzuki Ajad, yang juga mantan Ketua DPRK Aceh Timur pada periode 2014-2019 lalu mengatakan, bahwa selama ini anggota DPRK  setempat tidak dipungut zakat mal maupun infak.

Namun secara pribadi Marzuki sangat mendukung jikapun qanun itu harus ada, sehingga nantinya bisa diterapkan kepada para karyawan BUMN, pihak swasta maupun anggota Dewan itu sendiri yang telah berpenghasilan mencapai nisab.

"Kita sangat mendukung itu, apalagi jumlahnyakan tidak banyak, dan itu merupakan suatu kebaikan yang sangat bermanfaat. Tentunya selama ini masih belum dilakukan karena tidak ada qanun yang mengatur. Jika sudah adanya qanun pasti itu akan berjalan, dan kita juga sangat mendukung untuk hal yang bersifat positif," ujar Marzuki Ajad.