Monday, June 14, 2021

Hendak Kudeta Raja Abdullah, Pangeran Yordania Cari Bantuan Arab Saudi

Pangeran Hamzah bin Hussein dari Kerajaan Yordania bersama istrinya, Putri Basmah. Foto/Yousef Allan/Royal Palace/REUTERS
Amman -
Pangeran Yordania Hamzah bin Hussein berupaya untuk mengudeta Raja Abdullah II dengan dukungan Arab Saudi . Demikian dokumen dakwaan pengadilan terhadap dua terdakwa kasus percobaan kudeta yang dirilis hari Minggu.

Kedua terdakwa memiliki hubungan dekat dengan negara tetangga, Arab Saudi. Keduanya adalah mantan kepala istana kerajaan Bassem Awadallah yang juga berkewarganegaraan Saudi, dan mantan utusan khusus kerajaan, Sharif Hassan bin Zaid.

Kedua terdakwa menghadapi persidangan di Pengadilan Keamanan Negara akhir bulan ini. Menurut salah satu pengacara mereka, keduanya menghadapi hukuman 20 tahun penjara jika terbukti bersalah.

Tetapi Pangeran Hamzah, saudara tiri Raja Abdullah II, yang dituduh terlibat dalam upaya kudeta 3 April lalu tidak akan diadili.

Pihak berwenang mengatakan kasus Pangeran Hamzah telah diselesaikan dalam keluarga Kerajaan Hashemite.

Pihak berkuasa di Arab Saudi dengan tegas membantah terlibat dalam upaya kudeta tersebut.

Setelah berita upaya kudeta pertama kali tersiar, Riyadh dengan cepat menyatakan dukungan penuhnya untuk Yordania dan untuk keputusan dan tindakan yang diambil oleh Raja Abdullah II serta Putra Mahkota Hussein untuk menjaga keamanan dan stabilitas.

Meski tidak diadili, dugaan peran Pangeran Hamzah dalam upaya kudeta tetap akan menjadi pusat persidangan.

"Pangeran Hamzah bertekad untuk memenuhi ambisi pribadinya untuk memerintah, yang melanggar konstitusi dan tradisi Hashemite," bunyi dokumen dakwaan yang dilansir AFP, Senin (14/6/2021).

"Untuk berhasil, dia berusaha untuk mengeksploitasi kekhawatiran dan masalah penduduk dan untuk membangkitkan hasutan dan frustrasi di masyarakat," lanjut dokumen tersebut.

Awadallah dianggap oleh beberapa media Yordania dekat dengan Putra Mahkota Saudi Mohammad bin Salman (MBS).

Dokumen dakwaan mengatakan Awadallah dekat dengan pejabat kerajaan Arab Saudi dan memiliki jaringan kontak di luar negeri.

Sedangkan Pangeran Hamzah dilaporkan sangat prihatin dengan sikap Riyadh.

“Jika sesuatu yang buruk terjadi pada saya di Yordania, apakah pejabat Saudi akan membantu saya atau tidak?,” tanya Hamzah kepada Awadallah, menurut dakwaan dakwaan. 

BAGIKAN

0 facebook: