Showing posts with label Global. Show all posts
Showing posts with label Global. Show all posts

Thursday, May 12, 2022

Bos Intelijen Rusia Samakan Amerika Serikat dengan Mesin Propaganda Nazi

Bos Intelijen Rusia Samakan Amerika Serikat dengan Mesin Propaganda Nazi

Bendera Amerika Serikat (ilustrasi). (Foto: Reuters)
Moskow -
Kepala Badan Intelijen Asing Rusia (SVR), Sergei Naryshkin, menilai Amerika Serikat tak ubahnya mesin propaganda Nazi pada Perang Dunia II yang dijalankan oleh Joseph Goebbels.
Menurut dia, Departemen Luar Negeri AS secara rutin meluncurkan kampanye anti-Rusia di media sosial.

Naryshkin mengatakan, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mendorong penyebaran informasi palsu pada layanan pesan Telegram dalam rangka untuk mendiskreditkan dan merendahkan kepemimpinan politik dan militer Moskow di mata rakyat Rusia.

“Tindakan mereka (Deplu AS) memiliki banyak kesamaan dengan tradisi Kementerian Pendidikan Publik dan Propaganda Third Reich dan pimpinannya, Joseph Goebbels,” ungkap Naryshkin dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan di situs web SVR, seperti dikutip kembali Reuters, Kamis (12/5/2022).

Untuk diketahui, Third Reich adalah nama lain dari negara Jerman yang dideklarasikan oleh rezim Nazi pimpinan Adolf Hitler.

Naryshkin tidak memberikan bukti untuk mendukung klaimnya tentang kampanye informasi anti-Rusia yang didukung AS itu. Namun, Moskow memang kerap menuduh Barat mendanai dan mendukung gerakan anti-Kremlin.

Pemerintahan Presiden Vladimir Putin juga melabeli puluhan kelompok hak asasi manusia independen dan media di Rusia sebagai “agen asing” selama beberapa tahun terakhir.

“Pernyataan (Naryshkin) ini sangat ironis, mengingat upaya disinformasi dan propaganda yang disponsori Negara Rusia yang telah berlangsung lama,” kata salah seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS.

Sejak melakukan agresi militer ke Ukraina pada 24 Februari, Rusia mempercepat kampanyenya untuk meredam suara-suara oposisi di dalam negeri. Para jurnalis dan individu lainnya diancam dengan hukuman hingga 15 tahun penjara jika menyebarkan informasi yang dinilai Moskow sebagai “berita palsu” tentang kampanye militernya.

Rusia meluncurkan operasi militer khusus di Ukraina pada 24 Februari, setelah Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk (DPR dan LPR) meminta bantuan untuk membela diri dari provokasi pasukan Kiev. DPR dan LPR adalah dua wilayah yang memisahkan diri dari Ukraina.

Rusia mengklaim, tujuan dari operasi khususnya adalah untuk demiliterisasi dan “denazifikasi” Ukraina.

Menurut Putin, operasi militer itu untuk melindungi rakyat Donbas. “Mereka (rakyat Donbas) telah mengalami pelecehan, genosida oleh rezim Kiev selama delapan tahun,” kata Putin. (*)


Sumber: iNews

Friday, May 6, 2022

Zelenskyy: Rusia Hancurkan Ratusan Rumah Sakit

Zelenskyy: Rusia Hancurkan Ratusan Rumah Sakit

Kiev - Invasi Rusia di Ukraina telah menghancurkan ratusan rumah sakit dan sejumlah fasilitas lainnya serta menyebabkan para dokter kehabisan obat untuk menangani penyakit kanker ataupun melaksanakan operasi, kata Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, Kamis.

Ketika menyampaikan pidato melalui video kepada kelompok yayasan medis, Zelenskyy mengatakan banyak fasilitas di Ukraina timur dan selatan bahkan kekurangan antibiotik pokok.

Kawasan timur dan selatan di negara itu telah menjadi titik utama pertempuran.

"Kalau hanya menyangkut infrastruktur medis, hingga hari ini pasukan Rusia telah menghancurkan atau menyebabkan kerusakan pada 400 lembaga layanan kesehatan: rumah sakit, bangsal bersalin, klinik pasien rawat jalan," katanya.

Di wilayah-wilayah yang dikuasai pasukan Rusia, ujar Zelenskyy, situasinya seperti bencana besar.

"Obat untuk para pasien kanker sangat terbatas. Sangat sulit atau insulin untuk mengobati diabetes sangat kurang. Operasi tidak mungkin dilaksanakan. Bahkan, antibiotik sangat kurang," tuturnya.

Kremlin, kantor presiden Rusia, mengatakan pihaknya hanya menargetkan lokasi-lokasi militer atau strategis.

Sebuah rumah sakit bersalin di Kota Mariupol, Ukraina, hancur pada 9 Maret.

Rusia menduga gambar-gambar serangan terhadap fasilitas itu merupakan hasil rekayasa dan mengatakan bahwa lokasi itu sebenarnya digunakan oleh kelompok-kelompok bersenjata Ukraina.


Sumber: Reuters

Thursday, May 5, 2022

Messi Tak Masuk Nominasi Pemain Terbaik Liga Prancis

Messi Tak Masuk Nominasi Pemain Terbaik Liga Prancis

Lionel Messi tak masuk nominasi pemain terbaik Liga Prancis. (REUTERS/SARAH MEYSSONNIER)
Jakarta - Pemain Paris Saint-Germain, Lionel Messi tidak masuk dalam nominasi Pemain Terbaik Liga Prancis musim 2021/2022.

Operatorr kompetisi Ligue 1 telah merilis daftar lima pemain yang masuk nominasi Pemain Terbaik Liga Prancis. Dari PSG hanya nama Kylian Mbappe yang masuk dalam daftar tersebut.

Mbappe akan bersaing dengan empat kandidat lainnya yakni Dimitri Payet (Marseille), Lucas Paqueta (Lyon), Wissam Ben Yedder (AS Monaco), dan Martin Terrier (Rennes).

Dilansir dari Daily Mail, absennya Messi dalam nominasi Pemain Terbaik Liga Prancis tidak terlalu mengejutkan. Hal ini dikarenakan penampilan kapten timnas Argentina itu tak menawan bersama PSG.

Messi bermain dalam 23 pertandingan bersama PSG yang berhasil meraih gelar juara di akhir musim. Ia hanya mampu mencetak empat gol dan memberikan 13 assist.

Rapor La Pulga jomplang jika dibandingkan dengan Mbappe. Penyerang asal Prancis itu mencetak 24 gol dan memberikan 16 assist dari 32 pertandingan.

Kegagalan Messi masuk nominasi Pemain Terbaik jadi sebuah penurunan dalam kariernya. Semasa masih berseragam Barcelona, Messi selalu masuk dalam nominasi sejak 2009.

Pemain berusia 34 itu tercatat 13 musim beruntun masuk nominasi Pemain Terbaik Liga Spanyol dengan sembilan di antaranya berhasil ia menangi. Messi juga 11 kali terpilih sebagai penyerang terbaik di kompetisi Negeri Matador.

Messi hanya dua kali gagal merebut gelar itu karena dimenangi oleh Cristiano Ronaldo musim 2013/2014 dan Karim Benzema pada musim 2019/2020. Di Barcelona, Messi meraih banyak gelar yakni 10 trofi Liga Spanyol, empat Liga Champions, dan enam Ballon d'Or. (*)


Sumber: Reuters/CNNIndonesia

Monday, May 2, 2022

Staf Uni Eropa Diduga Ditahan di China 8 Bulan Tanpa Penjelasan

Staf Uni Eropa Diduga Ditahan di China 8 Bulan Tanpa Penjelasan

Staf Uni Eropa diduga ditahan di China selama 8 bulan sejak September 2021 lalu. Tapi Uni Eropa belum menerima informasi resmi terkait penangkapan itu. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta -
Staf Uni Eropa terungkap ditahan di China selama delapan bulan sejak September 2021 lalu. Blok tersebut menyatakan sejauh ini belum menerima informasi resmi terkait penangkapan itu.

"Meskipun banyak permintaan kami kepada otoritas China, sejauh ini kami belum diberi tahu soal tuduhan atau tuduhan khusus. Kami akan terus bertanya sampai kami mendapat jawaban yang tepat," kata Juru Bicara Uni Eropa, Nabila Massrali, dikutip AFP.

Uni Eropa telah mengirim tiga komunikasi tertulis ke pihak China untuk minta informasi lebih lanjut soal tuduhan itu. Mereka juga meminta agar staf itu diberi kebebasan memilih pengacaranya.

Sebelumnya, Media Prancis, Le Monde, melaporkan seorang pekerja IT yang diidentifikasi sebagai An Dong ditangkap karena dicurigai memicu pertengkaran dan provokasi.

Tuduhan itu kerap digunakan untuk meredam perbedaan pendapat. Mereka yang menjadi korban tuduhan ini bisa dibui maksimal lima tahun.

Warga kebangsaan China itu dilaporkan ditangkap di provinsi Sichuan, ribuan kilometer dari Beijing. Kasus ini merupakan contoh langka penangkapan diplomat Barat di China.

Kasus yang berkaitan dengan diplomat Barat sebetulnya bukan kali pertama.

Mantan staf lokal Konsulat Inggris di Hong Kong, Simon Cheng, mengklaim ia ditangkap selama 15 hari dan disiksa polisi China saat perjalanan bisnis ke negara itu pada 2019 lalu.

Mantan diplomat Kanada, Michael Kovrig, juga dibui nyaris tiga tahun di China dengan tuduhan mata-mata. Tindakan ini sebagai bentuk balasan Beijing usai eksekutif Huawei Meng Wanzhou ditangkap dengan tuduhan penipuan.

Kovrig kemudian dibebaskan pada September 2021 lalu.

Hubungan Uni Eropa dan China tak baik-baik saja sejak pandemi Covid-19.

Blok Eropa itu menuduh Beijing melakukan embargo perdagangan tak resmi dari Lithuania usai pemerintahan Vilnius mengizinkan Taiwan membuka kantor kedutaan di sana.

Baru-baru ini, UE memperingatkan China agar tak memberikan dukungan militer atau keuangan ke Rusia menyusul invasi yang dilakukan di Ukraina.


Sumber: CNN Indonesia

Thursday, April 21, 2022

Putri Putin Disebut Mau Kabur dari Rusia, Ini Reaksi Bapaknya

Putri Putin Disebut Mau Kabur dari Rusia, Ini Reaksi Bapaknya


Foto: Putri Vladimir Putin, Dr. Maria Vorontsova (Tangkapan layar TV Channel)
Jakarta - Presiden Rusia Vladimir Putin dilaporkan telah melarang anaknya, Maria Vorontsova, untuk bepergian ke luar negeri. Hal ini dilakukan karena kekhawatiran Putin bahwa anaknya itu tidak akan kembali.

Dalam laporan media Rusia, Maria sebelumnya berencana untuk pergi ke sebuah pantai di wilayah yang diklaim sebagai negara yang 'bersahabat'. Hal ini dilakukannya untuk memperingati ulang tahunnya yang ke-37 minggu depan.

"Dia merencanakan liburan romantis dengan Yevgeny Nagorny (33) pasangannya sejak putusnya pernikahannya dengan putra Belanda seorang kolonel NATO," menurut saluran Telegram General SVR seperti dikutip News.com.au, Kamis (21/4/2022).

"Putin menanggapi dengan penolakan kategoris, memperkuat perlindungan keamanan Maria. Menurut informasi kami, putri tertua presiden tidak berencana untuk kembali ke Rusia."

Sebelumnya, Maria sendiri memang sering ke Eropa karena pernikahannya sebelumnya dengan seorang warga Belanda yang merupakan kolonel NATO. Dari pernikahannya itu, ia memiliki seorang anak yang berusia 8 tahun.

Maria merupakan putri Putin dari mantan istrinya Lyudmila. Ia saat ini berprofesi sebagai ahli dalam penyakit genetik langka pada anak-anak. Ia juga peneliti terkemuka di Pusat Penelitian Medis Nasional untuk Endokrinologi di Kementerian Kesehatan Rusia.

Ia diketahui telah diberi sanksi oleh negara-negara Barat seperti Eropa karena hubungan keluarganya dengan Putin. Sanksi ini juga dijatuhkan kepada saudarinya, Katerina. Uni Eropa dan Amerika Serikat meyakini sanksi ini diberikan karena diduga keduanya menyembunyikan kekayaan Putin. (rn/red)


Sumber: CNBC