Ketika seorang ekonom ketika salah memprediksi kebijakan ekonomi, bisa menimbulkan/berdampak kerugian bagi masyarakat, atau seorang advokat yang tidak menjalankan profesinya secara profesional akan merugikan kliennya itu juga disebut malpraktik.
Namun saat ini malpraktik di dunia kesehatan lebih menonjol. Bahkan jika tergolong tindak pidana, sudah ada undang-undang yang mengatur tentang hukumannya.
Unsur Malpraktik
Malpraktik Kedokteran adalah dokter atau orang yang ada di bawah perintahnya dengan sengaja atau kelalaian melakukan perbuatan (aktif atau pasif) dalam praktik kedokteran pada pasiennya dalam segala tingkatan yang melanggar standar profesi, standar prosedur, prinsip-prinsip profesional kedokteran.
Ternyata tidak semua kelalaian itu bisa disebut malpraltik. Ada beberapa unsur yang harus ada sebelum menyebut sesuatu dengan malpraktek.
1. Kewajiban
Pada saat terjadinya cedera terkait dengan kewajibannya yaitu kewajiban mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.
2. Pengkajian
Pengkakian yang aktual bagi pasien yang ditugaskan untuk memberikan asuhan keperawatan.
3. Proximate caused
Proximate caused (sebab-akibat) pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terkait dengan cedera yang dialami klien.
Sedangkan bila ingin menempuh jalur hukum ada pula unsur yang harus dipenuhi dalam malpraktik.
1. Berbuat atau tidak berbuat. Tidak berbuat disini adalah mengabaikan pasien dengan alasn tertentu seperti tidak ada biaya atau tidak ada penjaminannya.
2. Tindakan berupa tindakan medis, diagnosis, terapeutik dan manajemen kesehatan.
3. Dilakukan terhadap pasien.
4. Dilakukan secara melanggar hokum, kepatuhan, kesusilaan atau prinsip profesi lainnya.
5. Dilakukan dengan sengaja atau ketidak hati-hatian (lalai, ceroboh).
6. Mengakibatkan, salah tndak, ras sakit, luka, cacat, kerusakan tubuh, kematian dan kerugian lainnya.
Penanganan Malpraktik
Permasalahan malpraktek di Indonesia dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu jalur litigasi (peradilan) dan jalur non litigasi (diluar peradilan).
Landasan Hukum
1. BAB V pasal 24 ayat (1) :
Tenaga kesehatan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar kesehatan, dan standar prosedur operasional
2. BAB XX (ketentuan pidana)
PASAL 190
(1) : pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang melakukan prakrik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang melakukan prakrik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dlm keadaan gawat darurat sebagai mana yang dimaksud dlm pasal 32ayat 2 atau pasal 85 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau dan denda paling banyak 200.000.000
(2) : dalam hal perbuatan sebagai mana di maksud pada ayat 1 mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan tersebut dipidana dg pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1M
Pasal 191
Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktek pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan tekhnologi sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 60 ayat 1 sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak 100.000.000 (seratus juta rupiah).
Pasal 192
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apapun sebagaimana dimaksud dalam pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1M
Pasal 193
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastic dan rekontruksi untuk tujuan mengubah identitas seseorang sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 69 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1M
Pasal 194 :
Setiap orang yg dg sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dg ketentuan sbagaimana di maksud dlm pasal 75 ayat 2 di pidana dg pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak 1M
Pasal 195
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan dalih apapun sebagai mana dimaksud dalam pasal 90 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 500.000.000
Pasal 196 :
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan dan mutu sebagaimana yang di maksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) di pidanda dg penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1M
Pasal 197 :
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak 1,5M
Pasal 198 :
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana yang dimaksud dalam pasalb 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak 100.000.000
Pasal 200 ;
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI eklusif sebagaimana dimaksud dalam pasal 128 ayat (2) di pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak 100.000.000
Pasal 201
(1) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 190 ayat (1), pasal 191, pasal 192,196,197,198,199 dan 200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 kali dari pidana denda sebagai mana dimaksud dalam pasal 190 ayat (1), pasal 191, pasal 192,196,197,198,199 dan 200.
(2) selain pidana denda sebagaimana dimaksud pda ayat 1, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa :
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum
3. secara hukum informed consent berlaku sejak 1981, PP No. 8 tahun 1981.
4. informed consent dikukuhkan menjadi lembaga hukum, yaitu dengan diundangkannya PerMenKes No. 585 tahun 1989 tentang persetujuan tindakan medic, dalam Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 (a) menetapkan Informed Consent; Persetujuan tindakan medic adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien/ keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medic yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. (NF)
Sumber: Pelayananpublik.id
0 facebook: