Ketua HMI Komisariat Hukum Unimal Cabang Lhokseumawe-Aceh Utara, Muhammad Fadli. Foto: IST. |
"Kami dari HMI Komisariat Hukum Unimal akan terus mengawal kasus dugaan proyek fiktif 4,9 Milyar ini hingga tuntas," ujar Fadli kepada AJNN, Sabtu (20/3/2021) di Lhokseumawe.
Fadli mengungkapkan kalau dari awal investigasi yang mereka lakukan bersama dengan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) dan beberapa media, memang sangat besar indikasi korupsi di proyek tersebut. Pihaknya juga bersyukur, saat ini badan auditor resmi yaitu dari BPKP Aceh sudah menyampaikan hasil auditnya.
"Itu sesuai dengan dugaan kita selama ini, bahwa ada kerugian negara yang mengakibatkan masyarakat menjadi korban," ujarnya.
Saat ini menurut Fadli tinggal menunggu integritas dan keberanian dari Kajari Lhokseumawe untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Karena menurutnya, bukti permulaan sudah ada, tahap selanjutnya ke tahap penyidikan dan kemudian langsung ditetapkan tersangka bagi yang terbukti melakukan tindak pidana tersebut.
Masyarakat kota lhokseumawe menurut Fadli ingin melihat, apakah Kajari Lhokseumawe akan meninggalkan prestasi selama mengabdi di kota Lhokseumawe, atau akan meninggalkan catatan hitamnya.
"Kita percayakan sepenuhnya penegakkan hukum tersebut kepada Kejari Lhokseumawe, khususnya kepada Bapak Kajari, masyarakat akan bersama Kejari, dan kami mahasiswa akan terus mengawal dan memantau perkembangan kasus ini," ujar Fadil.
Fadli juga mengatakan, mungkin hampir semua masyarakat kota Lhokseumawe tahu dan paham bahwa salah satu faktor yang membuat kota Lhokseumawe masih tertinggal dalam segi pembangunan infrastruktur dan pembangunan ekonomi karena banyaknya praktik-praktik korupsi selama ini.
Namun menurutnya, baru kali ini kasus tersebut bisa dibuktikan secara fakta hukum, maka untuk itu pihaknya mengingatkan agar kasus ini harus bisa menjadi momentum untuk menghukum tangan-tangan jahat yang selama ini terus menggerogoti uang rakyat dan kebijakan populis yang akhirnya hanya untuk kepentingan kelompok saja.
"Jika kali ini lolos, maka kedepannya tangan-tangan jahat tersebut akan semakin semena-mena dalam melakukan tindakan koruptifnya," kata Fadli.
Kemudian menurut Fadli, penelusuran yang mereka lakukan, dugaan korupsi tersebut dilakukan pada tahun anggaran (TA) 2020, dimana pada tahun 2020 adalah awal dunia berperang melawan pandemi Covid-19, sehingga sangat miris di tengah negara dan masyarakat melawan wabah yang sangat mematikan tersebut, namun ada oknum-oknum yang menggunakan kesempatan tersebut untuk mematikan masyarakat secara tidak langsung dengan melakukan korupsi.
Fadli juga mengingatkan bahwa melakukan korupsi di tengah bencana alam baik bencana alam konvensional atau non konvensional bisa dijatuhkan hukuman mati, dan ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu yang lalu, hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Kita tentu saja berharap kepada Kejari Lhokseumawe jika alat bukti sudah cukup berani untuk menjerat para pelaku tersebut, dengan hukuman terberat yaitu hukuman mati seperti yang saya jabarkan di atas, karena melakukan korupsi di tengah bencana pandemi covid-19 selain melakukan pelanggaran hukum, namun juga menabrak moralitas dan hati nurani sebagai seorang manusia," ujarnya.
Selain itu kasus ini menurut Fadli bisa menjadi awal langkah kota Lhokseumawe untuk berbenah menjadi lebih baik.
Kemudian "Tumor ganas" korupsi yang masif selama ini harus segera bisa di amputasi.
"Kita percaya kajari Lhokseumawe, berani dan berintegritas untuk menyelesaikan kasus ini," pungkasnya.
BPKP Perwakilan Aceh sendiri telah selesai melakukan audit investigasi terhadap pembangunan pengaman pantai Cunda-Meuraksa, Lhokseumawe, yang bersumber dari dana Otonomi Khusus (Otsus) kota Lhokseumawe.
Dalam berita sebelumnya, Kepala BPKP perwakilan Aceh, Indra Khaira Jaya menyebutkan bahwa dari hasil audit tersebut ditemukan adanya modus rekayasa proses lelang dan pekerjaan fisik yang tidak sesuai dengan kontrak.
"Sehingga merugikan keuangan negara lebih dari 4,9 milyar," ungkap Indra Khaira Jaya kepada kepada Ajnn pada Kamis (18/3/2021) di Banda Aceh.
Proses berikutnya kata Indra, pihak tim kantor pusat BPKP akan melakukan quality assurance yang hasilnya selanjutnya akan disampaikan ke instansi penyidik untuk proses hukum kepada pihak-pihak yang terlibat memanipulasi dana Otsus.
Sebelumnya, menindaklanjuti temuan dugaan korupsi lanjutan pembangunan pengaman pantai Cunda-Meuraksa kota Lhokseumawe sebesar Rp4,9 miliar serta pengawasan senilai Rp73,6 juta yang bersumber dari dana Otonomi khusus (Otsus) tahun 2020, pada Selasa (2/1/2021) penyidik Kejari Lhokseumawe bersama auditor BPKP Aceh di Banda Aceh telah melakukan ekspose substansi dugaan korupsi dalam kasus tersebut.
Sumber: Ajnn
0 facebook: