|
Petugas tampak memadamkan api di sumur minyak yang terbakar (Foto: Dok RILIS.NET) |
RILIS.NET, Aceh Timur - Sedikitnya dalam kurun waktu empat tahun, sudah tiga kali sumur minyak yang dikelola secara tradisional di Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur terbakar. Dari rentetan peristiwa ini tercatat 25 orang meninggal dunia, dan puluhan lainnya mengalami luka bakar.
Meraka yang meninggal rata-rata para penambang minyak yang mengalami luka bakar terbilang cukup serius. Namun demikian, tidak menyurutkan niat para penambang untuk melakukan praktik eksplorasi ilegal disejumlah lahan warga yang dinilai mengandung banyak minyak bumi di kawasan ini.
Peristiwa yang tak kalah menyayat hati yakni kebakaran Sumur minyak di Desa Pasir Putih, di Kecamatan yang sama pada Rabu (25/4/2018) lalu, sekitar pukul 02.05 WIB dini hari. Selain merenggut 22 nyawa puluh lainnya juga mengalami luka-luka.
Kejadian pun hampir serupa, bermula saat itu sekitar pukul 24.00 WIB, keluar minyak dan gas dari sumur yang dibor secara tradisional di lahan milik warga.
Pada saat yang bersamaan datang sekelompok warga, untuk mengambil minyak yang keluar (lelesan). Adapun sekelompok warga yang sedang mencari minyak mentah tersebut jumlahnya lebih dari 10 orang. Melihat adanya tumpahan minyak yang tidak tertampung, warga beramai-ramai datang ke lokasi untuk mengambil minyak tersebut.
Namun sayangnya, setelah beberapa saat kemudian, terjadi ledakan yang menimbulkan kebakaran, hingga kini penyebab terjadinya ledakan itu belum diketahui.
Tetapi, Kepala Divisi dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher berpendapat lain. Wisnu membenarkan bahwa penyebab meledaknya sumur minyak di Aceh Timur akibat ulah penambang liar.
"Kebakaran itu terjadi bukan berasal dari aktivitas Pertamina EP, tetapi dari kegiatan penambangan minyak mentah liar oleh oknum masyarakat," ujar Wisnu dalam keterangan resmi seperti yang dilansir Kompas.com, Kamis (26/4/2018).
Untuk mengatasi masalah itu, kata dia, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Pertamina EP pun siap bekerja sama dengan instansi terkait.
Wisnu menjelaskan, bahwa persoalan penambangan liar merupakan masalah klasik yang sering dihadapi industri hulu minyak dan gas (migas) saat ini.
Dia mengatakan, selain merugikan negara, praktik penambangan liar juga membahayakan masyarakat dan lingkungan sekitar karena dilakukan dengan tidak mengikuti kaidah-kaidah di industri migas.
Namun sayang, sejauh ini pemerintah pusat maupun dearah belum memberikan lampu hijau ataupun regulasi yang dapat memberikan rasa aman kepada para penambang minyak tradisional di Ranto Peureulak, yang telah lama menjadi lahan mata pencarian warga setempat.
Peristiwa naas kembali terjadi, pada Jumat (11/3/2022) malam, sekitar pukul 22.30 WIB sumur minyak tradisional kembali mengeluarkan suara ledakan, dan terbakar hebat hingga melukai 3 orang warga.
Kebakaran Sumur minyak kali ini terjadi di Desa Mata Ie, Kecamatan Ranto Peurelak, akibat dari peristiwa ini tiga orang terpaksa dilarikan kerumah Sakit Umum Daerah Sultan Abdul Azis Syah Peureulak, akibat luka bakar yang cukup serius.
Namun sayang, ketiga korban nyawanya tidak dapat diselamatkan, satu orang korban Safrizal (29), menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit Bireun saat hendak di rujuk ke RSU Zainal Abidin Banda Aceh. Kemudian menyusul dua lainnya, mereka meninggal saat perawatan di rumah sakit Zainal Abidin.
Ketiga korban yakni Safrizal (29) warga Desa Blang Barom, Kecamatan Ranto Peureulak, Junaidi (37) warga Desa Blang Barom, Kecamatan Ranto Peureulak, serta Baihaqi (36) warga Desa Tualang Dalam Idi Timur, Aceh Timur. Ketiga korban mengalami luka bakar hingga 90 persen.
Tak lama berselang, sumur minyak tradisional di Desa Mata Ie , Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur yang berujung maut pada Jumat (11/4/2022) pekan lalu itupun dikabarkan kembali terbakar pada Sabtu (19/3/2022).
Informasi yang diperoleh media ini juga menyebutkan dua orang mengalami luka bakar dalam peristiwa naas itu.
Adapun kedua warga yang mengalami luka bakar yaitu, Zainudin (38), warga Gampong Blang Barom dan Deni Kurniawan (49), warga Gampong Buket Pala, Kecamatan Ranto, Kabupaten Aceh Timur.
Kedua korban mengalami luka bakar sekira 20-30 persen, namun para warga yang bernasib apes ini juga telah dibawa ke puskesmas setempat untuk mendapatkan perawatan medis.
Berdasarkan informasi yang dihimpun RILIS.NET kebakaran ini juga terjadi di sumur minyak yang sama, namun api yang membesar sekitar pukul 01.50 WIB itu, akhirnya dapat dipadamkan oleh tim petugas dan BPBD Aceh Timur.
Kapolres Aceh Timur AKBP Mahmun Hari Sandy Sinurat SIK melalui Kasi Humas Polres Aceh Timur, AKP Agusman, kepada media membenarkan hal itu, namun menurutnya api telah cepat dipadamkan di lokasi kebakaran sumur minyak itu
"Benar, kebakarannya tidak besar dan apinya sudah dipadamkan tadi malam menggunakan armada pemadam BPBD," sebut Agusman seperti diberitakan dibeberapa media.
Ternyata kebakaran sumur minyak tradisional di Desa Mata Ie, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur pada Jumat (11/3/2022) lalu itupun menjadi perhatian serius dari Kapolres Aceh Timur AKBP Mahmun Hari Sandy Sinurat SIK.
Kapolres menegaskan, pihaknya tidak akan main-main dalam kasus pengeboran minyak ilegal (ilegal drilling) ini. Menurut Mahmun, sudah menjadi komitmen pihaknya untuk menindak tegas para pelaku.
“Intinya, dari kami tidak akan main-main dengan pelaku illegal drilling, semua akan kita tindak tegas,” ujar Kapolres saat meninjau lokasi kejadian, Senin pekan lalu.
Kapolres yang didampingi Bupati Aceh Timur H Hasballah Bin HM Thaib SH dan Dandim 0104/Aceh Timur Letkol Inf Agus AlFauzi SIP MIPol mengungkapkan, pihaknya sedang melakukan penyelidikan terhadap pelaku (pemilik lahan dan penyandang dana) yang melakukan pengeboran minyak illegal ini.
“Satreskrim sudah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi juga penyelidikan terhadap pemilik lahan dan penyandang dana,” ujar Kapolres.
Kapolres juga menyebutkan Tim Teknisi, Kimia, Radio Aktif (KBR) Gegana Sat Brimob Polda Aceh pada hari Minggu, (13/3/2022) kemarin juga telah mengambil sampel berupa air, minyak dan gas yang berada di seputaran sumur minyak tradisional yang terbakar.
Itu dilakukan bertujuan untuk mengecek apakah adanya pencemaran lingkungan akibat imbas dari kebakaran sumur minyak tradisional tersebut.
“Hasil pengecekan dari Gegana Sat Brimob Polda Aceh menyebutkan bahwa kawasan tersebut masuk dalam kategori berbahaya," sebut Kapolres.
Untuk itu masyarakat dan warga sekitar dihimbau agar menggunakan masker serta tidak menyalakan api atau merokok.
"Hal ini sudah ditindaklanjuti oleh Muspika Kecamatan Ranto Peureulak dengan memasang spanduk himbauan di seputar lokasi kejadian.” Terang Kapolres Aceh Timur AKBP Mahmun Hari Sandy Sinurat SIK.
Jikapun para penambang tidak mengantongi izin dan dianggap ilegal langkah hukum apa yang akan diterapkan, dan selanjutnya bagai mana pula nasib para penambang yang menggantungkan harapan hidupnya disumur minyak.
Pertanyaan yang tak kalah penting lagi, kemana regulasi hingga peristiwa ini bisa terulang, banyak pihak yang berharap agar Sumber Daya Alam (SDA) Aceh yang kaya ini dapat dimanfaatkan dan dikelola dengan baik untuk kemakmuran rakyat dan daerah, masih adakah regulasi untuk penyelesaian ini, atau telah ikut mati terbakar api?, kita tunggu saja. (rn/red)
Penulis: Redaksi
Editor: Mahyuddin