Praktisi Hukum Aceh Auzir Fahlrvi, SH |
RILIS.NET, Aceh Timur - Aceh Timur kali ini dibuat heboh dengan sebuah lembaga organisasi/Perkumpulan Non Pemerintah bernama LEMPANA (Lembaga Pengembangan Aparatur Negara) asal Medan Sumatera Utara atas gebrakannya mengadakan kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) untuk Aparatur Perangkat Desa termasuk Tuha Peut Gampong (TPG).
Kegiatan Bimtek dalam bentuk apapun sebenarnya tidak dipersoalkan asalkan dilaksanakan sesuai prosedur dan tidak melangkahi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kementerian Dalam Negeri dalam Surat Edarannya (SE) nomor140/8120/SJ tanggal 19 Agustus 2019 yang ditandatangani oleh Mendagri dan ditujukan kepada seluruh Bupati/Walikota Seindonesia menegaskan bahwa penyelenggaraan Bimtek terkait dengan Desa harus dilakukan oleh Organisasi Pemerintahan Daerah(OPD) dan lembaga lainnya yang sudah mendapatkan rekomendasi dari Kemendagri melalui Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa.
Lalu bagaimana dengan adanya lembaga seperti LEMPANA yang tidak mengantongi rekomendasi Kemendagri tapi nekat melakukan Bimtek terhadap Perangkat Desa di Aceh Timur?
Poin ketiga Surat Edaran Mendagri mengingatkan bahwa Kewenangan Desa adalah merupakan inti dari Desa yang menjadi rujukan dalam tata kelola desa, maka dalam menata Kewenangan Desa harus dilakukan dengan memperhatikan keselarasan pelaksanaan urusan Pemerintah yang dilaksanakan sesuai dengan hirarki pemerintahan, sehingga pelaksanaan Bimbingan Teknis khusus dimaksud, secara teknis dilaksanakan bersama OPD terkait lainnya dan Lembaga yang sudah disetujui/direkomendasi oleh Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri, di luar itu Ilegal.
Mengacu pada penegasan poin ketiga Surat Edaran Mendagri itu, lembaga bimtek atau pelatihan yang tidak mendapat rekomendasi dari Kemendagri tidak diperbolehkan untuk mengadakan kegiatan bimtek.
Selanjutnya, dalam poin keempat dijelaskan bahwa Dinas PMD Kabupaten/Kota wajib berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa yang bertanggung jawab untuk Materi dan Narasumber serta Keluaran Bimtek.
Lalu, di poin kelima dijelaskan, agar melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap penggunaan APBDes atas pelaksanaan bimbingan teknis yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah atau Lembaga non Pemerintah supaya berbasis pada hasil (output) dan apabila ada Institusi Pemerintah yang melaksanakan Bimtek agar selalu disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.
Point terakhir surat edaran tersebut disebutkan bahwa dalam rangka pembinaan dan pengawasan agar melibatkan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Kabupaten/Kota.
Nah dalam konteks ini,Ketua LEMPANA Rahmad Prayuda saat ditanyakan oleh pegiat LSM dan Media di Aceh Timur mengatakan bahwa pihaknya tidak memiliki rekomendasi dari Kemendagri termasuk izin pelaksanaan acara Bimtek dari Polres Aceh Timur(hasil konfirmasi langsung dan ada rekaman visualnya), Penulis belum tahu apakah saat ini sudah diurus izin kegiatan tersebut dari pihak Kepolisian termasuk soal izin protokol kesehatan dari Tim Gugus Tugas Covid 19.
Yang jadi pertanyaan, kenapa Lembaga Non Pemerintah sekelas LEMPANA nekat dan terlalu berani melaksanakan Bimtek di Aceh Timur tanpa ada rekomendasi Kemendagri dan menggelar Bimtek tahap pertama tanpa izin dari pihak Kepolisian, ada apa?
Bupati Aceh Timur sebagai Kepala Pemerintahan seyogyanya memberikan teguran dan mengambil kebijakan tegas untuk menghentikan kegiatan Bimtek berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Dalam ketentuan pasal 24 ayat 2 dan 3 Qanun Aceh Timur nomor 8 Tahun 2019 tentang Pemerintahan Gampong dinyatakan bahwa kerjasama Desa/Gampong dengan pihak ketiga seperti LEMPANA ini harus melalui musyawarah gampong bersama warga desa,tidak boleh dilakukan sepihak oleh Keuchik atau perangkat desa lainnya karena aturan lebih lanjut mengenai kerjasama dengan pihak lain diatur dengan Peraturan Bupati.
Sepengetahuan Penulis, tidak ada peraturan Bupati terkait kerjasama kegiatan Bimtek LEMPANA dengan seluruh Keuchik di Aceh Timur atau Perbup lainnya terkait Bimtek.bahkan didalam pasal 29 ayat 3 Qanun Aceh Timur nomor 4 Tahun 2018 tentang Tuha Peut Gampong dinyatakan bahwa Anggota TPG berhak memperoleh pengembangan kapasitas melalui Diklat, sosialisasi, Bimtek, dan kunjungan lapangan seperti studi banding yang dilakukan didalam negeri dan penghargaan dari Pemerintah, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten bagi pimpinan dan Anggota TPG yang berprestasi.
Itu artinya bahwa Bimtek seyogyanya dilakukan oleh Pemkab Aceh Timur bersama instansi terkait seperti DPMG dan Inspektorat terkait manajemen dan pengelolaan keuangan desa serta peningkatan kapasitas Aparatur Gampong dan Tuha Peut, ini kok malah dilakukan oleh Lembaga Non Pemerintah dan dikutip biaya 5 Juta Per orang Perangkat Desa yang ikut Bimtek LEMPANA tersebut.
Bayangkan saja, berapa banyak dana desa dihabiskan untuk kegiatan Bimtek yang tidak begitu mendesak dan prioritas itu.setiap desa di Aceh Timur berarti harus menggelontorkan dana maksimal 20 juta untuk 4 Orang peserta Bimtek LEMPANA dan kalikan saja dengan total 513 desa yang ada jika semua ikut serta.
Karena itu, ada baiknya Bupati bersama Stakeholder terkait perlu kiranya berinisiasi untuk menghentikan Bimtek LEMPANA itu secara arif dan bijaksana.Bupati harus menunjukkan dirinya sebagai top leader yang memiliki hak dan kewenangan sebagaimana diatur didalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan termasuk UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang UU Pemerintah Aceh, pertanyaannya adalah,beranikah Bupati Aceh Timur yang dipanggil Rocky itu untuk menghentikan Bimtek tersebut? kita tunggu dan lihat saja.
Penulis Merupakan Praktisi Hukum Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin)
Kegiatan Bimtek dalam bentuk apapun sebenarnya tidak dipersoalkan asalkan dilaksanakan sesuai prosedur dan tidak melangkahi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kementerian Dalam Negeri dalam Surat Edarannya (SE) nomor140/8120/SJ tanggal 19 Agustus 2019 yang ditandatangani oleh Mendagri dan ditujukan kepada seluruh Bupati/Walikota Seindonesia menegaskan bahwa penyelenggaraan Bimtek terkait dengan Desa harus dilakukan oleh Organisasi Pemerintahan Daerah(OPD) dan lembaga lainnya yang sudah mendapatkan rekomendasi dari Kemendagri melalui Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa.
Lalu bagaimana dengan adanya lembaga seperti LEMPANA yang tidak mengantongi rekomendasi Kemendagri tapi nekat melakukan Bimtek terhadap Perangkat Desa di Aceh Timur?
Poin ketiga Surat Edaran Mendagri mengingatkan bahwa Kewenangan Desa adalah merupakan inti dari Desa yang menjadi rujukan dalam tata kelola desa, maka dalam menata Kewenangan Desa harus dilakukan dengan memperhatikan keselarasan pelaksanaan urusan Pemerintah yang dilaksanakan sesuai dengan hirarki pemerintahan, sehingga pelaksanaan Bimbingan Teknis khusus dimaksud, secara teknis dilaksanakan bersama OPD terkait lainnya dan Lembaga yang sudah disetujui/direkomendasi oleh Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri, di luar itu Ilegal.
Mengacu pada penegasan poin ketiga Surat Edaran Mendagri itu, lembaga bimtek atau pelatihan yang tidak mendapat rekomendasi dari Kemendagri tidak diperbolehkan untuk mengadakan kegiatan bimtek.
Selanjutnya, dalam poin keempat dijelaskan bahwa Dinas PMD Kabupaten/Kota wajib berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa yang bertanggung jawab untuk Materi dan Narasumber serta Keluaran Bimtek.
Lalu, di poin kelima dijelaskan, agar melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap penggunaan APBDes atas pelaksanaan bimbingan teknis yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah atau Lembaga non Pemerintah supaya berbasis pada hasil (output) dan apabila ada Institusi Pemerintah yang melaksanakan Bimtek agar selalu disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.
Point terakhir surat edaran tersebut disebutkan bahwa dalam rangka pembinaan dan pengawasan agar melibatkan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Kabupaten/Kota.
Nah dalam konteks ini,Ketua LEMPANA Rahmad Prayuda saat ditanyakan oleh pegiat LSM dan Media di Aceh Timur mengatakan bahwa pihaknya tidak memiliki rekomendasi dari Kemendagri termasuk izin pelaksanaan acara Bimtek dari Polres Aceh Timur(hasil konfirmasi langsung dan ada rekaman visualnya), Penulis belum tahu apakah saat ini sudah diurus izin kegiatan tersebut dari pihak Kepolisian termasuk soal izin protokol kesehatan dari Tim Gugus Tugas Covid 19.
Yang jadi pertanyaan, kenapa Lembaga Non Pemerintah sekelas LEMPANA nekat dan terlalu berani melaksanakan Bimtek di Aceh Timur tanpa ada rekomendasi Kemendagri dan menggelar Bimtek tahap pertama tanpa izin dari pihak Kepolisian, ada apa?
Bupati Aceh Timur sebagai Kepala Pemerintahan seyogyanya memberikan teguran dan mengambil kebijakan tegas untuk menghentikan kegiatan Bimtek berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Dalam ketentuan pasal 24 ayat 2 dan 3 Qanun Aceh Timur nomor 8 Tahun 2019 tentang Pemerintahan Gampong dinyatakan bahwa kerjasama Desa/Gampong dengan pihak ketiga seperti LEMPANA ini harus melalui musyawarah gampong bersama warga desa,tidak boleh dilakukan sepihak oleh Keuchik atau perangkat desa lainnya karena aturan lebih lanjut mengenai kerjasama dengan pihak lain diatur dengan Peraturan Bupati.
Sepengetahuan Penulis, tidak ada peraturan Bupati terkait kerjasama kegiatan Bimtek LEMPANA dengan seluruh Keuchik di Aceh Timur atau Perbup lainnya terkait Bimtek.bahkan didalam pasal 29 ayat 3 Qanun Aceh Timur nomor 4 Tahun 2018 tentang Tuha Peut Gampong dinyatakan bahwa Anggota TPG berhak memperoleh pengembangan kapasitas melalui Diklat, sosialisasi, Bimtek, dan kunjungan lapangan seperti studi banding yang dilakukan didalam negeri dan penghargaan dari Pemerintah, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten bagi pimpinan dan Anggota TPG yang berprestasi.
Itu artinya bahwa Bimtek seyogyanya dilakukan oleh Pemkab Aceh Timur bersama instansi terkait seperti DPMG dan Inspektorat terkait manajemen dan pengelolaan keuangan desa serta peningkatan kapasitas Aparatur Gampong dan Tuha Peut, ini kok malah dilakukan oleh Lembaga Non Pemerintah dan dikutip biaya 5 Juta Per orang Perangkat Desa yang ikut Bimtek LEMPANA tersebut.
Bayangkan saja, berapa banyak dana desa dihabiskan untuk kegiatan Bimtek yang tidak begitu mendesak dan prioritas itu.setiap desa di Aceh Timur berarti harus menggelontorkan dana maksimal 20 juta untuk 4 Orang peserta Bimtek LEMPANA dan kalikan saja dengan total 513 desa yang ada jika semua ikut serta.
Karena itu, ada baiknya Bupati bersama Stakeholder terkait perlu kiranya berinisiasi untuk menghentikan Bimtek LEMPANA itu secara arif dan bijaksana.Bupati harus menunjukkan dirinya sebagai top leader yang memiliki hak dan kewenangan sebagaimana diatur didalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan termasuk UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang UU Pemerintah Aceh, pertanyaannya adalah,beranikah Bupati Aceh Timur yang dipanggil Rocky itu untuk menghentikan Bimtek tersebut? kita tunggu dan lihat saja.
Penulis Merupakan Praktisi Hukum Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin)
0 facebook: