Wednesday, November 20, 2019

Raker dengan Komisi V DPR RI, Mendes Jelaskan Soal Desa Fiktif

Foto: Kemendes PDTT/detiknews
rilisNET, Jakarta - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar menghadiri rapat kerja perdana bersama Komisi V DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta. Dalam kesempatan itu, ia yang biasanya selalu mendengarkan dari eksekutif selama menjabat sebagai Ketua DPRD Jombang dan Ketua DPRD Jawa Timur, kali ini harus memaparkan kepada legislatif.

"Saya senang sekali pada rapat kerja yang pertama ini. Meskipun banyak hal yang harus kita lakukan. Teman-teman di komisi V cukup memahami berbagai permasalahan terkait pembangunan desa. Misalnya tekait penggunaan dana desa dan pengawasannya, lalu terkait antisipasi terhadap regulasi yang harus hati-hati supaya tidak berdampak pada permasalahan hukum dan lainnya," kata Abdul Halim dalam keterangan tertulis, Selasa (19/11/2019).

Lebih lanjut, Abdul Halim mengatakan bahwa dalam Raker ini juga sejumlah anggota Komisi V DPR RI meminta Kemendes PDTT memberikan penjelasan terkait desa fiktif. Menurutnya, desa fiktif yang diketahuinya adalah desa yang tidak ada penduduknya, kemudian mendapatkan kucuran dana dan dana itu digunakan oleh oknum di situ, tanpa ada proses pembangunan.

"Dari perspektif data yang ada di Kemendes PDTT, tidak ada satupun desa yang tidak berpenduduk menerima dana desa, kemudian dana desanya tidaķ digunakan untuk membangun itu tidak ada. Semua dana yang sudah disalurkan yang kemudian dicairkan ke desa, kita pantau betul semuanya digunakan untuk membangun dan tahapan pelaporannya sudah berjalan," ucapnya.

Abdul Halim menjelaskan tahapan pencairan dana desa disalurkan melalui 3 tahapan yakni tahap pertama sebesar 20%, tahap kedua sebesar 40% dan tahap ketiga sebesar 40%. Terkait pencairannya itu harus memenuhi syarat-syarat tertentu pada setiap tahapannya.

Tahap pertama syaratnya Peraturan Desa (Perdes) dan APBDes, lalu untuk tahap kedua laporan realisasi dan konsolidasi dana desa tahun sebelumnya. Dalam tahap kedua ini, syaratnya belum diminta laporan tahap pertama. Lalu ada tahap 3, baru laporan tahap satu dan tahap kedua.

"Untuk dapat pencairan tahap 2 harus menyelesaikan laporan dan progres yang sedang berjalan, baru cair dana desanya. Begitu juga tahap ketiga. Jadi, dari sisi itu, tidak ada satupun desa yang tidak bisa mempertanggungjawabkan," ujarnya.

Terkait dengan pengawasan, Abdul Halim menegaskan pengawasan dana desa tidak hanya dilakukan oleh Kemendes PDTT. Namun, juga dilakukan oleh berbagai lembaga seperti dari inspektorat, kejaksaan dan kepolisian. Bahkan pengawasan juga turut dibantu atas partisipasi masyarakat secara langsung.

"Pengawasan bukan sekadar untuk mencari kesalahan, pengawasan penggunaan dana desa diawali untuk pembinaan. Misalnya, kita harus paham sumber daya manusia itu kan sangat bervariasi. Ada yang paham, setengah paham dan kurang paham dalam pertanggungjawaban penggunaan dana desa. Di sinilah pentingnya pengawasan untuk pembinaan," pungkasnya.



Sumber: detiknews
BAGIKAN

0 facebook: