Sulthan Alfarab saa berbicara didepan Gubernur Aceh (Foto: Ist) |
"Banjir mendominasi bencana sepanjang bulan November ini yaitu 18 kali kejadian,” kata Kepala Pelaksana BPBA Ilyas melalui Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) di Banda Aceh, seperti dilansir dari Antara.
Sebelumnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Provinsi Aceh masih bertahan sebagai provinsi termiskin di Pulau Sumatera. Jumlah penduduk miskin di Serambi Mekah itu kini berjumlah 834 ribu orang atau 15,33 persen.
Temuan Pengamat Kemiskinan Aceh, Sulthan Alfaraby, mengungkapkan bahwa penurunan angka kemiskinan di Aceh belum signifikan dan ditambah bencana yang terus saja terjadi di Aceh serta hadirnya bantuan Pemerintah terkesan sia-sia.
"Kemiskinan Aceh berdasarkan data yang dipaparkan BPS turun dari 15,45 persen menjadi 15,33 persen. Aceh itu sangat banyak duitnya dan itu dipegang oleh pemerintah. Tapi kemampuan mengurangi kemiskinan masih sangat kacau. Hadirnya tindakan pemerintah bukan membantu, tapi menambah masalah baru," ujarnya.
Hal tersebut diungkapkan Alfaraby untuk mengingatkan kepada Pemerintah Aceh agar tidak membuang-buang anggaran rakyat untuk hal-hal yang tidak penting. Seperti pembelian barang-barang dan fasilitas mewah yang tidak ada hubungan dengan memberantas kemiskinan.
Hal ini sejalan seperti temuan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sebelumnya yang menemukan banyak anggaran Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh tahun 2020 digunakan untuk kebutuhan belanja aparatur Pemerintah Aceh.
Kemudian pada tahun 2021, Pemerintah Aceh kembali membuat masyarakat terheran-heran dengan membeli empat smartphone mewah senilai Rp 81 juta. Banyak pihak menilai hal ini terkesan seperti tindakan foya-foya.
Tak hanya itu saja, sebelumnya juga ada temuan pembelian banyak barang mewah lainnya hingga menimbulkan amarah masyarakat.
"Pemerintah Aceh jangan buang uang rakyat untuk membeli barang dan fasilitas mewah yang dimana hal itu sangat menyakiti hati masyarakat Aceh. Kita ini dilanda banyak bencana, seperti banjir Aceh Utara. Mereka minta tanggul agar tak banjir lagi saat hujan, bukan telor dan mie instan apalagi kain sarung", tutur Sulthan Alfaraby.
Aktivis ini merasa resah dengan kelakuan Pemerintah Aceh yang dimana sebelumnya terjadi banjir besar di Aceh namun belum menghadirkan solusi nyata
Kata dia, Elit Aceh harusnya jadi problem solver (pemecah masalah) bukan malah membuat masalah baru bagi rakyat. "Apalagi dalam situasi yang sulit begini, harusnya meringankan beban bukan malah mempertontonkan komedi,” ucap dia.
Bahkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh sempat menganggarkan Rp 1,5 miliar untuk membeli kain sarung. Anggaran untuk membeli kain sarung itu berasal dari APBD Aceh 2021.
Dilansir dari Detik, Pemerintah Aceh menjelaskan bahwa kain sarung merupakan barang penyangga. Nantinya, sarung akan diberikan ke warga yang membutuhkan saat penanganan bencana.
Tapi kain sarung ini menuai polemik, seperti yang diungkapkan oleh geuchik di Aceh Utara, Juliyandi bahwa kain sarung tidak menjawab persoalan bencana.
“Bapak Gubernur lihatlah kami, seharusnya Bapak jangan hanyan mengirim telur dan beras, jangan pula pengadaan kain sarung, bukan kami tidak bersyukur dengan bantuan itu, tapi itu jangka pendek, besok banjir lagi, masyarakat rugi lagi. Bangunlah tanggul jebol ini”, harap Juliyandi, dilansir dari Baranews.
Diinformasikan banjir terpantau Kamis, (6/1/2022). Juliyandi sempat mengatakan derita warganya akan berlangsung lama karena air sebelumnya tidak kunjung surut.
Ia juga menceritakan pengalaman tahun lalu, masyarakat gagal panen karena banjir dan jebol tanggul bersamaan dengan musim panen padi.
“Tahun ini masyarakat tidak turun sawah, mereka was-was gagal panen lagi, karena mereka memprediksi musim panen pas lagi musim banjir,” imbuh Juliyandi.
Warga juga sebelumnya melakukan protes di area tanggil jebol dengan membentangkan spanduk permintaan kepada Pemerintah agar melakukan perbaikan terhadap tanggul. (rn/red)